Makin banyak saja jenderal yang kepincut jadi presiden. Kini, jajaran itu bertambah panjang dengan satu nama: Jenderal Naga Bonar. Bak lakon di film, Deddy Mizwar, Si Naga Bonar, nekad mencalonkan diri sebagai presiden.
Ini bukan lakon komedi situasi. Ini realitas politik. Kenyataan yang bisa saja disambut dengan senyum pahit. Aktor kawakan itu melakukan manuver. Dia mengajukan diri sebagai calon presiden pada Pemilu 2009, bersaing dengan Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Prabowo Subianto, Wiranto, atau Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Berawal dari hiruk pikuk politik menjelang Pemilu 2009, khususnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ambang batas keterwakilan parlemen, Deddy merasa gerah dan iba dengan kondisi partai politik baru dan kecil. Menurut dia, penerapan PT 2,5% seperti menyumbat aspirasi publik. “Pada akhirnya partai politik mempraktikkan budaya politik dagang sapi,”
Atas dasar itulah, sambung produser film Naga Bonar ini, dirinya memacu kepada partai kecil dan baru untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan rakyat. Menurut dia, aturan syarat pencapresan 20% kursi DPR serta PT 2,5% adalah bagian dari upaya partai besar secara legal melaukan kriminal politik dengan membuat aturan yang menyumbat aspirasi masyarakat. “Karena ada 40 juta penduduk kita di bawah garis kemiskinan,” cetusnya.
Menurut dia, perubahan yang tak kunjung tiba, meski reformasi telah berjalan lebih 10 tahun, maka perlu pemimpin alternatif yang dapat melakukan perubahan dengan visi-misi yang terukur. “Ada alternatif partai baru yang memiliki idealisme, tapi saat ini sedang loyo karena tidak percaya diri mengusung capres alternatif yang memberi konsep dan visi yang jauh lebih terukur dibandingkan saat ini,” tegasnya.
Apakah serius pencaresan Deddy? Secara diplomatis ‘Naga Bonar’ menjawabnya. Ia hanya menjawab, upaya yang ia lakukan yang terpenting adalah membangun kesadaran politik bagi rakyat agar memilih pemimpin secara alami. “Apapun nanti, yang penting menciptakan kesadaran itu. Yang penting jangan takut untuk mengatakan pendapat dengan hak politik yang ada,” ujarnya.
Tampak Deddy belum tegas atas keseriusannya mencalonkan diri. Satu hal paling mendasar yang bisa mengganjal adalah kendaraan politik apa yang akan dia gunakan menuju kursi RI-1.
Meski demikian, Uncu Natsir, Master Campaign Deddy Mizwar for President menegaskan, Deddy cukup serius untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Menurut Uncu yang selama ini dikenal sebagai konsultan politik, jika Deddy tidak serius, mana mungkin dirinya turut serta dalam tim Deddy. “Ini rencana serius. Kalau tidak serius, mana mau saya ikut. Ini menyangkut nama dan jejak rekam saya,” tandasnya di Bandung, Selasa (24/2).
Terkait dengan kendaraan politik, Uncu menegaskan pihaknya telah melakukan komunikasi politik, baik dengan partai kecil maupun partai menengah. “Kita sudah melakukan komunikasi politik dengan pimpinan partai kecil maupun menengah,” akunya. Uncu menegaskan, publik akan mendapat pilihan baru dengan kehadiran Deddy sebegai representasi dan simbol perubahan.
Sementara peneliti LSI, Burhanudin Muhtadi menilai pencalonan Deddy hanyalah guyonon politik saja. Menurut dia, kondisi saat ini memang memantik banyak orang merasa gerah. “Akibatnya banyak tokoh mengidap gigantisme atau megalomania, merasa besar dan mampu mengatasi karut-marut negeri ini,” tegasnya.
Meski demikian, alumnus The Australian Nastional University (ANU) ini menilai pencapresan Deddy bagus karena mampu menjadi capres alternatif meski persoalan kendaraan politik menjadi persoalan krusial bagi Deddy. “Apalagi putusan MK soal capres independen, hanya melalui partai politik saja capres bisa ikut Pilpres,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar