Penulis : Akhmad Mustain
JAKARTA--MI: Penjaringan calon presiden dan calon wakil presiden dari Partai Golkar merupakan amanat Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, untuk itu merupakan kewajiban untuk dilaksanakan. Dan akan menunggu Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla, pulang dari kunjungan luar negeri.
"Proses penjaringan itu melalui surat edaran, sementara surat edarannya pun belum kami kirim tapi sudah kami siapkan dan tinggal menunggu Ketua Umum. Selain itu, penjaringan merupakan amanat rapimnas yang harusnya dilaksanakan pada bulan Januarai 2009," kata Wakil Ketua Umum Golkar, Agung Laksono, di Gedung DPR Senayan Jakarta, Selasa (10/2).
Surat edaran itu berisi petunjuk pada Dewan Pimpinan Daerah untuk mengisi nama-nama. Lalu nama-nama yang dikumpulkan dari daerah itu akan direkapitulasi, kemudian disurvei. "Hasilnya menjadi bahan dalam Rapat Pimpinan Nasional usai Pemilu mendatang," kata Agung.
Penjaringan ini diharapkan DPP Partai Golkar tidak mengganggu kesiapan partai menghadapi Pemilu. Karena itu, Agung pun tak ada masalah ketika Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat digelar 8-9 Februari lalu tak membahas soal calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga memandang menguatnya wacana bahwa SBY tidak akan menggandeng JK lagi hanya sebatas opini personal. “Secara institusi, Demokrat belum memutuskan,” tukasnya.
Agung pun menyampaikan bahwa mekanisme survei akan lebih baik dibandingkan dengan konvensi. "Dulu kan sudah melalui konvensi, dijaring susah payah, menghabiskan waktu berbulan-bulan, menghabiskan tenaga dan biaya, ternyata hasilnya tidak sukses. Karena itu lebih baik diadakan survei," tandasnya.
Namun Agung menyatakan, proses penjaringan yang akan dilaksanakan Golkar adalah bentuk lain dari konvensi. "Artinya, kalau ada calon presiden, ya secara terbuka diajukan melalui DPD," kata Agung. Lagipula, ujar Agung, hasil konvensi 2004 itu tidak sukses. "Oleh karena itu, tidak ada jaminan penetapan calon presiden-calon wakil presiden harus melalui konvensi."
Penjaringan bakal calon presiden dari Golkar ini dilakukan berdasarkan surat edaran DPP Golkar yang ditandatangani Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla. Nama dikumpulkan dan disurvei, lalu hasilnya dibawa ke Rapat Pimpinan Nasional setelah Pemilu April 2009.
Sementara itu, Peneliti Indo Barometer Muhammad Qadari menyampaikan bahwa peluang pasangan SBY-JK untuk berpasangan dan menang kembali sangat besar, karena dengan tingkat elektabilitas SBY sebagai Presiden dan JK sebagai Wakil Presiden yang teratas. “Tetapi, Demokrat baru saja menaikkan target perolehan suaranya ke 20%. PD sedang pede-pedenya,” tukasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa saat ini Golkar masih terikat dengan SBY. Dan tergantung dengan sikap dari SBY sendiri. Ada beberapa pertimbangan yang dipakai dalam melakukan koalisi, pertama adalah untuk memenuhi syarat pencalonan. Kedua, dukungan dana kampanye dan terakhir adalah memperkuat kaki di parlemen. “Mungkin jika Demokrat berhasil meraih kursi 20% ada celah untuk tidak menggandeng JK lagi,” katanya. (*/OL-03)
"Proses penjaringan itu melalui surat edaran, sementara surat edarannya pun belum kami kirim tapi sudah kami siapkan dan tinggal menunggu Ketua Umum. Selain itu, penjaringan merupakan amanat rapimnas yang harusnya dilaksanakan pada bulan Januarai 2009," kata Wakil Ketua Umum Golkar, Agung Laksono, di Gedung DPR Senayan Jakarta, Selasa (10/2).
Surat edaran itu berisi petunjuk pada Dewan Pimpinan Daerah untuk mengisi nama-nama. Lalu nama-nama yang dikumpulkan dari daerah itu akan direkapitulasi, kemudian disurvei. "Hasilnya menjadi bahan dalam Rapat Pimpinan Nasional usai Pemilu mendatang," kata Agung.
Penjaringan ini diharapkan DPP Partai Golkar tidak mengganggu kesiapan partai menghadapi Pemilu. Karena itu, Agung pun tak ada masalah ketika Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat digelar 8-9 Februari lalu tak membahas soal calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga memandang menguatnya wacana bahwa SBY tidak akan menggandeng JK lagi hanya sebatas opini personal. “Secara institusi, Demokrat belum memutuskan,” tukasnya.
Agung pun menyampaikan bahwa mekanisme survei akan lebih baik dibandingkan dengan konvensi. "Dulu kan sudah melalui konvensi, dijaring susah payah, menghabiskan waktu berbulan-bulan, menghabiskan tenaga dan biaya, ternyata hasilnya tidak sukses. Karena itu lebih baik diadakan survei," tandasnya.
Namun Agung menyatakan, proses penjaringan yang akan dilaksanakan Golkar adalah bentuk lain dari konvensi. "Artinya, kalau ada calon presiden, ya secara terbuka diajukan melalui DPD," kata Agung. Lagipula, ujar Agung, hasil konvensi 2004 itu tidak sukses. "Oleh karena itu, tidak ada jaminan penetapan calon presiden-calon wakil presiden harus melalui konvensi."
Penjaringan bakal calon presiden dari Golkar ini dilakukan berdasarkan surat edaran DPP Golkar yang ditandatangani Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla. Nama dikumpulkan dan disurvei, lalu hasilnya dibawa ke Rapat Pimpinan Nasional setelah Pemilu April 2009.
Sementara itu, Peneliti Indo Barometer Muhammad Qadari menyampaikan bahwa peluang pasangan SBY-JK untuk berpasangan dan menang kembali sangat besar, karena dengan tingkat elektabilitas SBY sebagai Presiden dan JK sebagai Wakil Presiden yang teratas. “Tetapi, Demokrat baru saja menaikkan target perolehan suaranya ke 20%. PD sedang pede-pedenya,” tukasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa saat ini Golkar masih terikat dengan SBY. Dan tergantung dengan sikap dari SBY sendiri. Ada beberapa pertimbangan yang dipakai dalam melakukan koalisi, pertama adalah untuk memenuhi syarat pencalonan. Kedua, dukungan dana kampanye dan terakhir adalah memperkuat kaki di parlemen. “Mungkin jika Demokrat berhasil meraih kursi 20% ada celah untuk tidak menggandeng JK lagi,” katanya. (*/OL-03)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar