Anggota KPU I Gusti Putu Artha mengatakan, titik kerawanan krusial yang pertama adalah ketika memindahkan angka dari plano besar ke rekap folio. Angka yang didapatkan bisa berubah jika saksi dan pemantau tidak konsentrasi. “Berdasarkan hasil simulasi di sejumlah daerah proses penghitungan paling cepat selesai pukul 22.00 WIB.Dan saat itu pemantau dan saksi harus konsentrasi saat penghitungan di malam hari,"ujarnya.
Pasalnya bisa saja terjadi human error maupun technical error. Untuk itu penerangan harus baik. Khusus daerah yang belum ada listrik, harus disediakan petromak. Titik rawan kedua adalah di DPT. Saksi harus yakin bahwa yang datang membawa surat pemanggilan adalah orang yang terdaftar di DPT. Sebab, sudah tidak ada kartu pemilih. Sedangkan lembar C4 bisa diproduksi siapa saja.
“Karena saksi sudah mempunyai DPT, maka mereka harus konsentrasi untuk memperhatikan orang-orang yang datang pas atau tidak,” ujar Putu.
Dikatakan Putu, untuk mengurangi kesulitan pemantauan, maka harus dilakukan mobilisasi pemilih yang datang ke TPS agar tidak terjadi penumpukan. PPS harus bekerja sama dengan setiap RT untuk mendesign agar pemilih datang bergelombang.
“Hal ini dilakukan agar distribusi pemilih yang datang merata. Jika tidak, proses pemilihand apat molor. Apalagi yang wilayahnya jauh dari TPS,” ungkap Putu. (crl)
Antara Nasehat Dan Keikhlasan
-
aura insani - Berikut adalah pembahasan yang dilansir dari berbagai sumber
mengenai nasihat dan keiklasan.Nasehat merupakan amalan yang penting dalam
Isl...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar