Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikeras tak akan merevisi Peraturan Nomor 40 Tahun 2008 tentang Lembaga Survei. Lembaga survei diminta tetap patuh, karena peraturan itu semata-mata untuk melindungi rakyat dengan mengedepankan prinsip transparansi.
Anggota KPU Endang Sulastri mengatakan, transparansi yang meliputi siapa penyandang dana lembaga survei dan metodologi yang digunakan adalah elemen penting yang harus disampaikan kepada masyarakat dalam sistem demokrasi.
"Tujuannya agar masyarakat memberi penilaian secara kritis terhadap hasil survei," ujarnya di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Selasa (10/2/2009).
Selain itu, lanjutnya, pengaturan mengenai lembaga survei merupakan amanat yang eksplisit disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu. KPU, kata Endang, justru akan salah dan mengabaikan perintah undang-undang jika tidak membuat peraturan teknis mengenai lembaga survei ini.
Endang mengatakan, peraturan yang mewajibkan lembaga survei melakukan registrasi ke KPU sebelum melakukan survei, itu juga bertujuan untuk memperjelas objek hukum dari lembaga survei.
"Karena dalam undang-undang kan ada sanksi denda dan pidana bagi lembaga survei yang mengumumkan hasil surveinya pada masa tenang. Nah, ini siapa objek hukumnya kan harus jelas," ujar Endang.
Dengan sistem registrasi, KPU akan mengetahui objek hukum lembaga survei dengan melihat siapa orang yang bertanggung jawab dalam kegiatan survei tersebut.
Peraturan itu, lanjut dia, telah efektif diberlakukan sejak Februari 2009. Bagi lembaga survei yang akan melakukan survei setelah berlakunya peraturan tersebut diwajibkan untuk registrasi ke KPU.
Jika lembaga survei tidak registrasi, kemudian melakukan dan mengumumkan hasil surveinya, KPU akan mengumumkan kepada publik bahwa lembaga yang bersangkutan tidak terdaftar. "Setidaknya masyarakat akan tahu bahwa mereka tidak transparan," pungkasnya. (ded)
Anggota KPU Endang Sulastri mengatakan, transparansi yang meliputi siapa penyandang dana lembaga survei dan metodologi yang digunakan adalah elemen penting yang harus disampaikan kepada masyarakat dalam sistem demokrasi.
"Tujuannya agar masyarakat memberi penilaian secara kritis terhadap hasil survei," ujarnya di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Selasa (10/2/2009).
Selain itu, lanjutnya, pengaturan mengenai lembaga survei merupakan amanat yang eksplisit disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu. KPU, kata Endang, justru akan salah dan mengabaikan perintah undang-undang jika tidak membuat peraturan teknis mengenai lembaga survei ini.
Endang mengatakan, peraturan yang mewajibkan lembaga survei melakukan registrasi ke KPU sebelum melakukan survei, itu juga bertujuan untuk memperjelas objek hukum dari lembaga survei.
"Karena dalam undang-undang kan ada sanksi denda dan pidana bagi lembaga survei yang mengumumkan hasil surveinya pada masa tenang. Nah, ini siapa objek hukumnya kan harus jelas," ujar Endang.
Dengan sistem registrasi, KPU akan mengetahui objek hukum lembaga survei dengan melihat siapa orang yang bertanggung jawab dalam kegiatan survei tersebut.
Peraturan itu, lanjut dia, telah efektif diberlakukan sejak Februari 2009. Bagi lembaga survei yang akan melakukan survei setelah berlakunya peraturan tersebut diwajibkan untuk registrasi ke KPU.
Jika lembaga survei tidak registrasi, kemudian melakukan dan mengumumkan hasil surveinya, KPU akan mengumumkan kepada publik bahwa lembaga yang bersangkutan tidak terdaftar. "Setidaknya masyarakat akan tahu bahwa mereka tidak transparan," pungkasnya. (ded)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar