DAFTAR SEMENTARA BAKAL CALEG DPRD KOTA TANGERANG PARTAI BARISAN NASIONAL...:::...DP I : 1.ERWIN HASAN, SE., 2.SARAH SELIYA....:::....DP II : 1.H.J. MATULESSY....:::....DP III : 1. CECEP, 2. SUKAJI,......:::......DP IV : 1.GALIH GUMELAR, ST., 2.TIN HIDAYATI, SE.,3.M.APRIL, 4.ELLY SURYANA., 5.MADIH, 6. ANITA,...:::...DP V : 1.HERU NUGROHO,2.ABDUL ROHMAN...:::....

Rabu, 14 Januari 2009

Presiden PKS Tersangka Kampanye Terselubung

MI/Susanto
JAKARTA--MI:
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dalam kasus kampanye terselubung yang dilaporkan oleh Panwaslu DKI Jakarta.

Selain Tifatul, dua orang terlapor lainnya yaitu Ketua DPW PKS DKI Jakarta Triwisaksana dan Ketua DPD PKS�Jakarta Pusat M Agus juga telah ditetapkan sebagai tersangka, "Iya betul. Semua terlapor telah dijadikan sebagai tersangka, " ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya (PMJ), Kombes Zulkarnaen Adinegara, Rabu (14/1).

Menurut Zulkarnaen, ketiga tersangka sebelumnya telah diperiksa dalam kapasitas mereka sebagai saksi. Setelah itu, lanjutnya, status mereka ditingkatkan menjadi tersangka, "Polisi juga telah memeriksa saksi-saksi dari Panwascam Gambir, Jakarta Pusat dan anggota yang berada dilapangan serta masyarakat yang ikut (unjuk rasa), " paparnya.

Zulkarnaen menuturkan pada hari Senin (14/1) lalu, polisi telah mengirimkan surat pemanggilan terhadap ketiga orang itu untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun tidak tidak seorangpun memenuhi panggilan polisi, " Hari Kamis besok (hari ini) polisi akan mengirimkan panggilan kedua," ungkapnya.

Mantan Wakapolres Jakarta Selatan itu juga mengharapkan agar para tersangka untuk datang memenuhi panggilan polisi karena pelanggaran yang telah mereka lakukan termasuk suatu bentuk tindak pidana. Kasus ini sendiri ditangani oleh Satuan Keamanan Negara (Kamneg) Dit Reskrimum PMJ.

"Karena polisi hanya diberi batas waktu selama 14 hari untuk melakukan penyidikan terhadap kasus tindak pidana pemilu, " pungkas Zulkarnaen.

Sebelumnya, Panwaslu DKI Jakarta melaporkan ketiga orang tersangka atas kasus kampanye terselubung pada aksi solidaritas Palestina pada tanggal 2 Januari lalu. Ketika itu, PKS mengerahkan puluhan ribu masanya dengan membawa berbagai atribut partai sehingga menyebabkan kemacetan parah.

Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah menilai hal ini sebagai sebuah bentuk pelanggaran tindak pidana pemilu. Ia menyatakan PKS melanggar pasal 1, pasal 269 serta pasal 84 Undang-Undang nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu. Selain itu, pelanggaran peraturan KPU nomor 19 tahun 2008 tentang jumlah masa kampanye. (*/OL-03)

TNI hanya Bantu Menyalurkan Logistik, bukan Pengamanan

Penulis : Dinny Mutiah
JAKARTA--MI: Ketua KPU Abdul Hafid Anshary beserta beberapa staf berkunjung ke Mabes TNI untuk membicarakan hal-hal yang terkait pemilu. Panglima TNI menyatakan akan membantu tugas-tugas KPU sepanjang tidak bertentangan dengan tugas TNI.

"Ketua KPU dengan beberapa staf berkunjung ke mabes untuk meyakinkan TNI agar membantu pengamanan dan distribusi logistik KPU. Tidak ada MoU," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Sagom Tamboen saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Rabu (14/1).

Bantuan yang akan dimintakan oleh KPU, sambung Sagom, adalah pengamanan pemilu. Terkait hal ini, TNI menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Permintaan lainnya adalah terkait distribusi logistik.

Sagom mengatakan jika TNI bersedia membantu tetapi hanya dalam hal pengangkutannya karena dapat dikategorikan operasi militer selain perang. Tetapi, tidak untuk pengamanannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjaga netralitas TNI dan menghindari resiko terburuk.

"Untuk distribusi logistik, TNI tidak mau ambil tanggung jawab. Tanggung jawab tetap di KPU. Kalau bantu hanya distribusinya. Kalau pengamanan diambil alih, jika ada apa-apa jadi masalah," sambungnya.

Anggaran untuk bantuan distribusi, lanjutnya, haruslah ditanggung oleh KPU. Dalam penuturannya, TNI tidak memiliki alokasi anggaran untuk pendistribusian logistik karena tidak dimasukkan dalam rencana kegiatan sebelumnya.

KPU pula yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengatur siapa yang bertugas mengangkut itu. Untuk itu, KPU akan berkoordinasi dengan staf TNI untuk merencanakan kegiatan pengangkutannya.

"Nanti antara staf TNi dan staf KPU akan bertemu untuk merencanakan teknisnya seperti apa. KPU juga harus merencanakan anggaran dari jauh hari karena sebelumnya anggaran tidak dialokasikan," pungkasnya. (*/OL-03)

PDIP dan PKB Pro Gus Dur Berkoalisi

SURABAYA--MI: DPP PDI Perjuangan (PDIP) dan DPP PKBB pro Gus Dur melakukan deklarasi bersama untuk melakukan koalisi dalam Pemilu legislatif mendatang, di Rumah Makan Taman Sari Indah Surabaya, Rabu (14/1).

Deklarasi koalisi tersebut ditandatangani Ketua Dewan Syuro DPC PKB Pro Gus Dur Kota Surabaya, K.H. Abd. Tawwab Hadlory, Ketua Dewan Tanfidz, Ali Burhan dan Ketua DPC PDIP Surabaya, H. Saleh Ismail Mukadar. Turut menyaksikan deklarasi, Sekjen DPP PDIP, Pramono Anung dan Sekjen DPP PKB pro Gus Dur, Zanubah Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid serta dihadiri sejumlah pengurus dari kedua partai.

Yenny Wahid mengatakan, deklarasi koalisi dilakukan sebagai langkah strategis untuk bekerja sama, guna mencari persamaan visi dan misi kedua partai pada sisi lokal Kota Surabaya. "Kami memang membebaskan daerah-daerah untuk memberikan suara pada Pemilu legislatif mendatang, kebetulan di Surabaya diberikan kepada PDIP, di daerah lain ada yang diberikan ke Partai Gerindra dan masih ada
penjajakan dengan partai lain," katanya menjelaskan.

Yenny menegaskan, pihaknya menyatakan boikot kepada PKB pimpinan Muhaimin Iskandar. Dia juga mengemukakan, kesiapannya berkampanye untuk PDIP kalau memang sudah disepakati kedua partai, termasuk kampanye untuk pencalegan putri Megawati, Puan Maharani.

"Sementara ini kendaraan politik kami diambil. Karena itu, kami harus mengalihkan ke jalur yang berbeda, tentunya partai aspirasi kami harus memperjuangkan aspirasi warga kami," katanya menegaskan.

Sementara itu Sekjen DPP PDIP, Pramono Anung mengatakan, koalisi kedua partai lebih untuk mengakrabkan hubungan persaudaraan antara keluarga Gus Dur dan Megawati. "Dua pekan lalu ketika Mbak Yenny bertemu Mbak Mega bersama saya dan Mas Taufik, Mbak Yenny menyatakan ingin membantu perjuangan PDIP, karena PKB Gus Dur nggak ikut Pemilu legislatif," katanya.

Terhadap keinginan tersebut, Pramono mengatakan, pihaknya terbuka terhadap keinginan Yenny, karena kedua tokoh sama-sama menjunjung tinggi pluralisme. "Ini merupakan titik awal untuk membangun koalisi lebih lanjut, apakah nanti mengarah ke Pilpres. Yang pasti, saat bertemu dengan Mbak Mega, Yenny menyatakan kalau Mbak Mega keliling Indonesia, dia siap diajak," katanya. (Aant/OL-03)

Kader Muda Golkar Minta Sri Sultan Menahan Diri

JAKARTA--MI: Para kader muda partai Golkar memohon kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk menahan diri terkait meluasnya pengaruh tokoh Partai Golkar itu ke berbagai daerah dalam upaya merebut hati rakyat menjelang Pemilu Presiden 2009.

"Istilah Jawa-nya, jangan mempercepat musim itu datang. Kan Partai Golkar sudah putuskan calon presiden (capres) nanti ditentukan pascapemilu legislatif. Ngarso dalem mohon tahan diri
dululah," ujar Bejo Rudiantoro di Jakarta, Rabu (14/1).

Kader muda partai berlambang pohon beringin yang menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) VII Jawa Tengah ini menambahkan, sebagai warga negara Sri Sultan Hamengku Buwono X memang berhak maju sebagai capres pada pemilihan presiden (pilpres) mendatang.

"Tetapi selaku salah satu sesepuh partai, penasihat kami, mohon kita sepakat dulu pada kesepakatan bersama secara organisasi bahwa nanti sesudah Pileg 9 April 2009, baru menentukan siapa yang akan tampil sebagai capres mewakili Partai Golkar," ujarnya.

Bejo dan sesama kader muda Partai Golkar Viktus Murin mengaku khawatir ketokohan Sri Sultan benar-benar dimanfaatkan partai-partai lain.

"Kami tidak mau menunjuk partai mana, tetapi sudah ada fakta di lapangan, ketokohan beliau makin mendorong perolehan dukungan partai-partai tertentu dalam rangka Pileg," ujar Viktus.

Oleh karena itu, sebagaimana Bejo, ia juga mengharapkan Sri Sultan bisa mengomunikasikan segala sikap maupun kiprahnya bagi bangsa ini dengan DPP, khususnya Ketua Umum HM Jusuf Kalla.

"Saya kira ini bangsa masih kuat spirit kekeluargaannya. Semuanya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Saya menghormati mereka-mereka para senior, Sri Sultan, Jusuf Kalla, Surya Paloh (Ketua Dewan Penasihat DPP Partai Golkar), Theo Sambuaga (Ketua DPP Partai Golkar) dan lain-lainnya. Mereka itu kader-kader terpilih yang nasionalis dan teruji dalam pentas perpolitikan bangsa ini," katanya lagi.

Sementara itu, Sri Sultan secara terpisah mengatakan, sampai saat ini masih belum ada yang konkret menawarnya sebagai capres atau lainnya. Ia juga menampik ungkapan pers, seolah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan telah menggadang dirinya untuk mendampingi Ketua Umum mereka Megawati Soekarnoputri sebagai calon wakil presiden (cawapres).

"Belum ada itu. Masih berproses. Kan seperti sudah anda tahu, semuanya nanti sesudah pileg (pemilu legislatif)," ujar Sri Sultan di sela-sela menghadiri forum Sultan Mendengar di sebuah restoran di bilangan Jakarta Selatan, Selasa (13/1) malam.

Golput Administratif yang Mengkhawatirkan

GOLONGAN putih (golput) selalu menjadi fenomena menjelang pemilihan umum (pemilu). Ia dibicarakan, disudutkan, dan dihambat, tapi banyak juga yang mendukung. Tidak terkecuali pada Pemilu Legislatif 2009 yang bakal digelar kurang dari tiga bulan lagi.
Lebih-lebih, ketika golput dianjurkan tokoh politik sekaliber Gus Dur. Maka, bermacam cara pun digunakan untuk melawan anjuran itu. Dari mulai mengampanyekan bahwa golput tidak bertanggung jawab hingga meminta ulama mengeluarkan fatwa haram untuk golput.
Namun, itu baru upaya menghambat perilaku golput untuk satu jenis, yakni mereka yang memutuskan golput karena pilihan politik. Untuk kategori golput yang satunya lagi, yang justru lebih besar potensinya, belum banyak usaha dilakukan untuk meminimalkannya.
Itulah golput yang terjadi karena faktor administratif. Golput administratif adalah warga negara yang sebenarnya sangat ingin menggunakan hak pilih, tapi terganjal oleh ketidakcermatan administrasi.
Ada dua hal yang memicu munculnya golput administratif ini. Kedua-duanya terjadi karena buruknya administrasi dari negara. Yaitu mereka menjadi golput karena tidak terdaftar dan terpaksa golput karena tidak mengerti cara memberikan tanda pada pilihan partai.
Jumlah mereka diperkirakan sangat besar. Survei Indo Barometer menunjukkan indikasi itu. Dari 1.200 responden di 33 provinsi di seluruh Indonesia yang memiliki hak pilih menunjukkan baru 67,2% yang sudah didaftar. Sebanyak 18,3% menjawab tidak terdaftar, sisanya 14,5% tidak tahu.
Untuk kategori golput administratif karena ketidakmengertian soal cara menandai partai, jumlahnya malah mencengangkan, yakni 60,8%. Itu berarti, jika pemilih berjumlah 170 juta orang, potensi suara tidak sah bisa mencapai 102 juta orang. Sebuah angka yang lebih dari cukup untuk menggerogoti legitimasi hasil pemilu.
Anehnya, kondisi tersebut tidak diantisipasi secara cepat oleh negara. Komisi Pemilihan Umum (KPU) malah lebih banyak disibukkan menagih dana sosialisasi pemilu bagi pemilih, bukan berupaya keras mencari solusi yang efektif untuk menyosialisasikan tata cara memilih.
Padahal, Pemilu Legislatif 2009 kurang dari tiga bulan. Waktu yang amat pendek untuk hajatan besar yang melibatkan lebih dari 100 juta rakyat, dengan banyak persoalan yang masih menumpuk.
Dengan kenyataan seperti itu, kita layak khawatir mutu demokrasi akan menjadi rendah. Kalau upaya yang bersifat segera dan cermat untuk menangani golput administratif itu tidak dilakukan, berarti negara sedang mengebiri hak jutaan rakyat yang memang berniat untuk menggunakan hak pilih. Itu sama saja dengan mengamputasi demokrasi, karena basis dari demokrasi adalah suara rakyat.
Sebaliknya, tidak perlu mengkhawatirkan secara berlebihan jenis golput karena kesadaran politik. Sebab, di samping langkah itu adalah hak demokrasi, jumlah mereka pun tidak signifikan.
Justru golput administratif, akibat buruknya negara mengurus administrasi pelaksanaan pemilu, yang harus dicegah. Itu kalau negara sungguh-sungguh ingin menegakkan demokrasi.

Upaya Kreatif Meraih Pemilih

SEMAKIN dekat pemilu, semakin beragam dan kreatif pula cara yang digunakan partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) untuk mendapatkan dukungan rakyat. Yang terbaru adalah dengan cara memberi asuransi.
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), misalnya, bekerja sama dengan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, membagikan empat juta kartu asuransi jiwa kepada pemegang kartu tanda anggota (KTA) partai tersebut.
Asuransi itu mencakup pemberian santunan kecelakaan yang mengakibatkan kematian. Dengan nilai premi Rp5.000 setiap kartu per tahun, pemegang polis berhak atas klaim senilai sekitar Rp2,5 juta. Cara yang sama juga dilakukan parpol atau caleg dari partai lain.
Apakah itu bentuk lain dari politik uang? Bolehkah itu dilakukan? Adakah di situ terjadi pelanggaran atas ketentuan dalam UU Pemilu?
Terlepas dari jawaban normatif atas semua pertanyaan itu, pemberian asuransi kepada rakyat itu layak dipandang sebagai langkah cerdas.
Pertanyaannya, apakah gunanya orang menjadi anggota sebuah partai? Sejauh ini, bagi rakyat biasa, jawabnya nol. Kenyataannya tidak ada kemaslahatan praktis yang langsung dapat dinikmati anggota partai. Dan sekarang datang sebuah terobosan, yaitu setidaknya mendapat asuransi.
Dalam persaingan yang semakin kompetitif, parpol dan caleg memang harus mengerahkan segala daya dan upaya yang halal untuk meraih dukungan. Penggalangan dukungan melalui pemberian asuransi dapat dinilai sebagai upaya kreatif untuk meraih simpati konstituen. UU Pemilu pun tidak mengatur ketentuan mengenai itu sehingga tidak ada aturan yang nyata-nyata dilanggar secara hitam putih.
Memang, ada semangat yang patut dicurigai bahwa di sana terjadi transaksi pembelian suara. Caleg memberikan asuransi jiwa kepada calon pemilih dan sebagai imbalan, calon pemilih diharapkan akan mencontreng nama caleg. Di sana memang ada upaya pemberian bernilai uang kepada pemilih, yaitu berupa santunan. Tapi bukankah santunan itu baru akan diterima apabila klausul dalam perjanjian asuransi terpenuhi? Jadi, melalui asuransi itu, sebenarnya tidak terjadi jual beli suara secara langsung yang dapat dikategorikan sebagai politik uang seperti diatur dalam UU Pemilu.
Sesungguhnya, di balik persepsi negatif pemberian asuransi baik oleh partai maupun caleg kepada calon pemilihnya terselip semangat yang justru harus dicamkan dan dilaksanakan para calon wakil rakyat bila kelak duduk di lembaga legislatif. Juga oleh para calon presiden dan wakil presiden yang kelak terpilih. Yakni memperbaiki kesejahteraan konstituen yang mereka wakili. Tidak hanya saat menjelang pemilu, tetapi justru setelah pemilu berakhir, mereka yang terpilih seyogianya melanjutkan pemberian asuransi jiwa itu kepada konstituen mereka.
Upaya kreatif itu bahkan dapat diperluas ke bidang lain, misalnya dengan memberikan asuransi kesehatan, pemberian beasiswa pendidikan, atau meningkatkan keterampilan usaha bagi konstituen.
Alangkah eloknya bila semangat itu juga diimplementasikan dalam program kerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya, tanpa pandang bulu konstituen mereka atau bukan.
DAFTAR KETUA PAC PARTAI BARISAN NASIONAL KOTA TANGERANG...:::...Kec. Tangerang : Tauifik....:::....Kec. Cipondoh : Madih....:::....Kec. Batu Ceper: Firmansyah....:::....Kec. Benda : Iwan Setiadi......::...Kec. Neglasari:Zulfikar...:::....Kec.Jatiuwung: Pipin Firmanudin, SH.......::::.....Kec. Larangan : Toto.....::.... Kec. Karang Tengah: Mardanih......::......Kec. Ciledug : Ebit....::...